Jumat, 10 Mei 2013

Astronom Temukan Tata Surya Baru Berjarak 127 Tahun Cahaya dari Bimasakti

Para astronom Eropa berhasil menemukan tujuh planet, yang berasal dari sebuah tata surya baru. Sementara jarak tata surya baru itu sekitar 127 tahun cahaya dari gugus Bimasakti.


Jarak tujuh planet baru tersebut dari induk tata suryanya, tak jauh beda dengan jarak antara planet-planet dengan induk Bimasakti. Artinya, sistim tata surya yang menjadi induk planet baru itu, serupa dengan sistim gugus Bimasakti.

"Yang kita temui ini sangat mirip dengan planet ada di tata surya kita," ujar ketua peneliti ESO (Observator bagian selatan Eropa), Dr Christophe Lovis. "Ini penemuan luar biasa, dan membuktikan bahwa kita telah memasuki era riset eksoplanet."

Adapun riset eksoplanet yang dimaksud Lovis adalah studi mengenai sistim planet yang lebih kompleks, dan bukan lagi sistim planet individual.

"Studi atas pergerakan planet di sistim tata surya baru itu mengungkap sebuah fakta tentang bagaimana gravitasi disana, yang sifatnya cukup rumit. Dan darisitu pula, kita dapat memprediksi tentang evolusi jangka panjang tata surya itu," ungkap Lovis.

Induk planet baru itu dinamai HD 10180, yang letaknya membentang di arah selatan dari peta kumpulan bintang Hydrus, sejauh 127 tahun cahaya.

Para astronom menemukan planet itu, setelah secara sabar melakukan studi selama enam tahun, dengan bantuan alat instrumen pencari planet yang disebut HARPS spectograph. HARPS dipasang di teleskop berukuran 3,6 meter milik ESO di La Silla, Chili.

Dari 190 pengukuran HARPS yang dilakukan secara individu, para astronom berhasil mendeteksi goyangan kecil planet akibat sentakan gravitasi di planet baru itu.

Lima sinyal terkuat dari planet baru datang dari planet yang memiliki massa yang nyaris sama dengan Neptunus, atau sekitar 13 hingga 25 kali dari Bumi.

Periode orbit ketujuh planet itu terhadap tata surya mereka, berjarak antara enam hingga 600 hari. Jarak antara planet itu dari tata suryanya ibarat 0,06 - 1,4 kali jarak antara Bumi dengan Matahari.

Lovis menambahkan, pihaknya memprediksi ada dua dari planet lagi yang bakal ditemukan. "Salah satunya memiliki massa 65 kali dari massa Bumi, atau sebesar Saturnus, dengan waktu orbit selama 2.200 hari. Satunya lagi memiliki massa 1,4 kali dari Bumi."

Peneliti Temukan Cara Baru Ukur Usia Planet


Wikimedia Commons
Peneliti punya teknik baru untuk memperkirakan umur sebuah planet. Upaya ini merupakan bagian mencari planet yang dapat dihuni manusia.

Astronom Soren Meibom dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics memimpin sebuah tim yang menentukan kecepatan rotasi sebuah bintang. Dari kecepatan rotasi tersebut, mereka bisa mengukur usia bintang. Dari usia bintang, ilmuwan bisa menerka usia planet yang mengelilinginya.

"Bintang dan planetnya memiliki usia yang sama. Dengan menentukan usia bintang, kita bisa tahu usia planet-planetnya," demikian jelas Meibom kepada American astronomical Society pada saat sebuah pertemuan di Boston hari Minggu lalu.

Bintang yang muda, menurut pengamatan Meibom dan timnya, berputar lebih cepat. bintang-bintang muda juga lebih berbintik yang menyebabkan variasi tingkat keterangan saat berputar. Sementara itu, bintang yang lebih tua berputar lebih lambat dan memiliki bintik yang lebih kecil.

Peneliti menggunakan teleskop Kepler Space milik NASA untuk mengetahui kecepatan rotasi beberapa bintang, termasuk bintang berumur 1 miliar tahun, 2,5 miliar tahun, bahkan 9 miliar tahun.

Salah satu faktor yang diperhatikan dalam menemukan planet yang dapat dihuni adalah usia planet, di samping ukuran dan lokasi. Dari hasil studi, "Jika sebuah bintang dan planetnya berumur sekitar 1 miliar tahun, maka planet hanya dapat menampung kehidupan mikroba primitif," kata Meibom.

Ilmuwan China Temukan Bukti Kecepatan Gravitasi Setara Kecepatan Cahaya


Ilustrasi gravitasi Matahari. Image credit: google
Hari Rabu 26 Desember 2012 lalu, sekelompok ilmuwan China mengumumkan bahwa mereka telah menemukan bukti yang mendukung hipotesis bahwa gravitasi bergerak pada kecepatan cahaya. Bukti tersebut ditemukan saat ilmuwan mengamati pasang surut Bumi. Sebelumnya para ilmuwan mencoba untuk mengukur kecepatan gravitasi selama bertahun-tahun melalui berbagai eksperimen dan pengamatan, namun hanya sedikit hal yang didapat.

Ilmuwan China yang dipimpin oleh Tang Keyun yang merupakan seorang peneliti di Chinese Academy of Sciences (CAS) menggunakan enam pengamatan gerhana Matahari dan Bulan serta pasang surut Bumi menemukan bahwa rumus pasang surut Newtonian behubungan dengan penyebaran gravitasi. "Pasang surut" Bumi mengacu pada perubahan kecil dipermukaan Bumi yang disebabkan oleh gravitasi Bulan dan Matahari.

Berdasarkan data yang diperoleh dari China Earthquake Administration dan Universitas CAS ditemukan bahwa gaya gravitasi dilepaskan dari Matahari dan gaya gravitasi selanjutnya direkam di stasiun pengamatan di dalam Bumi dan diketahui bahwa kecepatan gravitasi tidak berjalan pada kecepatan yang sama. Namun tidak berhenti sampai di situ, ilmuwan melakukan penelitian pada stasiun pengamatan di dekat laut dan ditemukan efek dari pasang surut yang disebabkan oleh gravitasi sangatlah besar. Untuk itu tim ilmuwan melakukan pengamatan di dua stasiun pengamatan yang berbeda yaitu di Tibet dan Xinjian.

Dari hasil pengamatan di dapatkan bahwa kecepatan gravitasi adalah 0.93-1,05 kali kecepatan cahaya dengan kesalahan relatif sekitar 5 persen dan itu menunjukkan bahwa perjalanan atau kecepatan gravitasi bergerak pada kecepatan cahaya.

Temuan tersebut dipublikasikan dalam jurnal online berbahasa Inggris yang diterbitkan oleh German science and technology publishing group Springer.

Selasa, 07 Mei 2013

Hujan Komet Dahsyat Ancam Bumi


Cambridge ? Saat Matahari sekarat dan mati, bintang ini akan meledak. Saat itu ledakan bintang ini akan membakar dan menghujani tata surya dengan komet, tak terkecuali Bumi.

Sekitar lima miliar tahun ke depan, Matahari akan kehabisan hydrogen untuk membakar intinya. Saat itu, bintang ini akan berubah menjadi bintang merah raksasa yang akhirnya meledakkan atmosfernya untuk menyisakan inti serupa bara yang disebut ?white dwarf.

Peneliti University of Cambridge mengatakan, melalui simulasi komputer, tampak pergolakan kematian Matahari akan terasa sejauh dan seluas awan komet pada Ort Cloud yang berada di luar orbit Pluto.

Akibatnya, planet dalam termasuk Bumi akan terbakar selama fase ini. Namun, kini para ilmuwan yakin dampaknya jauh lebih parah. Seiring hilangnya massa Matahari, gravitasi akan berkurang dan perubahan itu bisa melempar obyek yang sedang mengorbit.

Bintang Neuron Meledak Lontarkan Peluru Kosmik


Sebuah objek berbentuk peluru terlihat terlontar keluar dari ledakan sebuah bintang yang mati. ‘Peluru’ itu terekam dalam sebuah gambar yang diambil oleh Chandra, teleskop sinar X luar angkasa milik NASA.

Teleskop itu mengambil gambar ledakan N49, supernova di Large Magellanic Cloud, sebuah galaksi kecil tetangga galaksi Bima Sakti. Peluru kosmik itu tertangkap saat astronom menggunakan Chandra selama 30 jam untuk mendapatkan eksposur yang lama.


'Peluru' yang terlontar akibat ledakan bintang raksasa
Peluru yang menandakan terjadinya sebuah ledakan asimetris bergerak dengan kecepatan sekitar 8 juta kilometer per jam dan meninggalkan sumber titik terang di bagian kiri atas N49. Sumber terang ini disebut juga sebagai soft gamma-ray repeater (SGR), sebuah sumber yang memancarkan sinar gamma dan sinar X.

Dari pengamatan, kemungkinan objek tersebut merupakan bintang neuron yang memiliki medan magnet sangat kuat. Berhubung bintang neuron seringkali terbentuk dalam sebuah ledakan supernova, hubungan antara SGR dan sisa-sisa ledakan supernova merupakan hal yang umum.

Hubungan tersebut, dikutip dari Space, 23 Mei 2011, diperkuat oleh bukti akan adanya kesesuaian antara jalur peluru tersebut dengan sumber sinar X yang terang tersebut.

Dari foto yang dibuat oleh Chandra, diperkirakan usia N49 mencapai 5 ribu tahun dan energi yang dihasilkan oleh ledakan itu diperkirakan mencapai dua kali lipat dibandingkan dengan ledakan supernova pada umumnya.

Hasil penelitian awal ini mengindikasikan bahwa ledakan itu berasal dari hancurnya sebuah bintang raksasa. Temuan dan foto-foto Chandra itu sendiri dipaparkan pada ajang American astronomical Society di Miami, Florida, baru-baru ini.

Teleskop VISTA Temukan 96 Bintang Tertutup Debu



ATACAMA - Sebuah tim astronom internasional telah menemukan 96 gugus bintang yang tertutup oleh debu di galaksi Bima Sakti dengan menggunakan teleskop inframerah VISTA.

Gugus baru tersebut teridentifikasi dengan menggunakan data dari survei teleskop inframerah VISTA, yang beroperasi di bawah naungan European Southern Observatory (ESO) di Gurun Atacama, Chile.

"Penemuan ini menyoroti potensi VISTA untuk mencari gugus bintang, terutama mereka yang bersembunyi di tempat yang berdebu dan membentuk daerah bintang di galaksi Bima Sakti," ungkap Jura Borissova, kepala penulis mengenai gugus bintang yang akan muncul di jurnal astronomi & Astrofisika.

Sedangkan Dante Minniti, ilmuwan utama dari Program Bimasakti (VVV), mayoritas bintang dengan memiliki lebih dari setengah massa Matahari yang membentuk sebuah kelompok, dikenal sebagai gugusan terbuka. Kelompok ini adalah bangunan dari galaksi dan merupakan pembentukan vital seperti evolusi galaksi kita sendiri.

Bentuk gugus bintang di daerah yang sangat berdebu dan menyerap sebagian besar cahaya dari pancaran bintang muda membuat mereka terlihat layaknya survei langit. Tapi dengan menggunakan teleskop inframerah 4.1 m VISTA, membuat mereka tidak terlihat seperti itu.

"Untuk melacak pembentukan gugusan bintang termuda kami berkonsentrasi melakukan pencarian di daerah pembentuk bintang. Daerah yang tampak kosong itu sebelumnya memperlihatkan cahaya, tapi sensitifitas VISTA dengan detektor inframerah berhasil menemukan objek baru," jelas Minniti, seperti dikutip TG Daily, Kamis (4/7/2011).

"Dibandingkan dengan gugusan terbuka lainnya, ini adalah objek yang sangat samar dan kompak. Debu di depan kelompok ini membuat mereka tampak 10.000 sampai 100 juta kali lebih redup. Tidak heran jika mereka tersembunyi," ujar Radostin Kurtev, salah satu anggota tim peneliti.

Tentunya, penemuan 96 gugus terbuka yang baru mungkin hanya puncak dari gunung es untuk sebuah penemuan lainnya.

"Kami baru saja mulai untuk menggunakan software otomatis yang lebih canggih untuk mencari gugus bintang yang kurang terkonsentrasi dan lebih tua. Saya yakin bahwa akan ditemukan lebih banyak lagi, segera,"tambah Borissova.

Ditemukan, Galaksi Mini di Sekitar Bima Sakti


Sebuah model teknologi canggih yang berjalan di super komputer milik AS telah mengungkapkan adanya galaksi satelit di sekitar galaksi Bima Sakti. Saat dicari secara lebih nyata, memang ada jejak yang menunjukkan kehadirannya. Kini, model tersebut digunakan untuk mencari "sahabat" galaksi lain.

Beberapa waktu lalu, seorang astrofisikawan mengemukakan bahwa galaksi-galaksi spiral raksasa seperti Bima Sakti memiliki puluhan bahkan ratusan galaksi pendamping, baik yang ukurannya terlalu kecil maupun samar dilihat di langit malam hari.

Baru-baru ini, pernyataan ilmuwan tersebut kian terbukti. Awan Magellan kecil (The Small Magellanic Clouds) dan Awan Maggellan besar (The Large Magellanic Clouds) merupakan dua contoh galaksi kerdil yang mengorbiti galaksi Bima Sakti.

Namun, yang membuat para ilmuwan tertarik dengan struktur kosmik yang lebih kecil ini adalah mereka mempunyai materi-materi yang lebih gelap.

Kedua galaksi kerdil itu ditemukan oleh seorang ahli yang berasal dari National Energy Research Scientific Computing Center (NERSC) bernama Sukanya Chakrabarti. Ilmuwan wanita ini menggunakan sejumlah super komputer di NERSC untuk mensimulasikan deretan model matematis untuk galaksi kita dan materi-materi di sekitarnya.

Dengan model teknologi buatannya itu, Chakrabarti berhasil mengidentifikasi sejumlah besar galaksi-galaksi gelap di sekitar Bima Sakti. Salah satunya, kata dia, terletak berlawanan dengan sisi Bumi dalam Bima Sakti. Jaraknya sekitar 300.000 tahun cahaya dari pusat galaksi. (1 tahun cahaya = 10 triliun kilometer).

"Pendekatan kami memiliki implikasi yang luas untuk berbagai bidang fisika dan astronomi. Ia dapat mendeteksi secara tidak langsung materi-materi gelap yang rata-rata didominasi oleh galaksi kerdil, dinamika planet, dan evolusi galaksi yang dipengaruhi oleh galaksi satelit di sekitarnya," ujar Chakrabarti.

Sebelumnya, dia sempat mempresentasikan hasil simulasi awalnya tahun ini di Seattle, pada pertemuan American astronomical Society. Pekerjaan itu dikerjakannya saat ia masih menjadi seorang peneliti di University of California di Berkeley (UCB).

"Saat ini, saya menggunakan metode saya untuk melakukan ujicoba teori-teori gratvitasi yang telah dimodifikasi dan berencana menjalankan simulasinya di NERSC," tutur Chakrabarti. Kabarnya, dia akan menyuguhkan hasil simulasinya itu dalam bentuk tiga dimensi.

Chakrabarti sekarang menjabat asisten profesor fisika di Florida Atlantic University. "Sistem NERSC benar-benar mempercepat pekerjaan saya. Sistem ini adalah sumber daya yang besar," pungkasnya.

Tags: Ditemukan galaksi Mini di Sekitar Bima Sakti, Wow Ditemukan galaksi Mini di Sekitar Bima Sakti